Media pers menjadi bagian dari perjalanan Indonesia. Peranan media pers dalam ruang kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia bermula dengan dibentuknya beberapa surat kabar yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia pada masa awal kemerdekaan seperti Soeara Asia, Thahaja hingga Asia Baroe. Namun, media pers sempat mengalami tidur panjang pada era pemerintahan Orde Baru. Setelah memasuki era Reformasi, media pers mulai kembali terbangun dari tidur panjangnya dan kembali menunjukan geliatnya pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Berdasarkan Pasal 2 UU Pers, kemerdekaan dalam pers berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supermasi hukum.
Namun, semangat gerakan reformasi yang mendambakan terwujudnya suatu kehidupan yang demokratis kembali diuji dewasa ini. Salah satunya dikarenakan terdapatnya upaya legislator dan pemerintah membentuk aturan terkait perbuatan penghinaan terhadap marwah peradilan (contempt of court). Pada satu sisi, pengaturan contempt of court dinilai dapat menjadi sarana dalam mengefektifkan perlindungan terhadap lembaga peradilan. Namun, di sisi lain, pengaturan contempt of court rentan mengancam ruang kebebasan insan pers di era reformasi. Hal ini justru menimbulkan sebuah keadaan yang dilematis karena sejatinya Konstitusi telah memberikan kedudukan yang setara bagi seluruh bangsa Indonesia.
Menyibak Politik Hukum Pembentukan Peraturan Terkait Contempt of Court
Istilah Contempt of Court kembali populer di tengah maraknya pertentangan publik terhadap isi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP). Istilah Contempt of Court termuat dalam Pasal 281 R-KUHP. Dalam Pasal 281 R-KUHP didefinisikan bahwa Contempt of Court adalah tindakan atau sikap yang menghina peradilan. Lebih lanjut dalam pasal yang sama pula, seseorang yang diduga melakukan perbuatan contempt of court dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak 10 juta rupiah.
Namun, apabila ditelisik lebih lanjut, istilah contempt of court bukan merupakan hal yang baru dalam dunia hukum di Indonesia. Hal ini dikarenakan istilah contempt of court pertama kali disebutkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Mengutip pernyataan Oemar Seno Adjie dalam Naskah Akademik Terkait Penelitian Tentang Contempt of Court, Contempt of Court digolongkan dalam lima kategori yaitu perilaku tercela di dalam pengadilan (misbehaving in Court), perilaku mengabaikan perintah pengadilan (disobeying court orders), perilaku menyerang integritas dan imparsialitas pengadilan (scandalising the Court), perilaku menghalangi jalannya proses peradilan (obstructing justice), dan perilaku menghina penghadilan melalui publikasi (sub-judice rule).