Dalam hukum perdata, hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya. Hubungan antara dokter dengan pasien bukan berdasarkan suatu kontrak, tetapi hubungan profesional dalam pelayanan medik yang dititikberatkan pada pemberian pertolongan, didasarkan pada kewajiban memberikan perawatan dan pengobatan. Jenis perikatan ini termasuk dalam perikatan usaha yang didasarkan oleh tindakan dokter yang telah berusaha dengan maksimal dan sejalan dengan etik dan moral.
Berdasarkan Pasal 17 Permenkes 209/2008, tindakan kedokteran yang mendapat persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran. Sarana pelayanan kesehatan, yakni rumah sakit, bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.
Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) UU 24/2009 dan Pasal 77 UU 36/2014, setiap orang yang kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Majelis ini merupakan lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidak adanya kesalahan dokter atau dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi sebelum memberikan sanksi. Atas hal ini, setiap penerima pelayanan kesehatan juga dapat meminta ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan.