Dewasa ini kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dengan yang namanya internet. Bahkan di perkotaan internet sudah menjadi kebutuhan dasar hampir setiap orang untuk menunjang kehidupan sehari-sehari seperti bekerja dan belajar. Bak sebuah nyawa internet adalah nyawa dari gawai pintar yang dimiliki orang-orang. Jika tidak ada internet hampir semua aplikasi yang terdapat dalam gawai menjadi tidak dapat terpakai. Teknologi memang sudah mempengaruhi kehidupan manusia begitu jauh seperti internet yang telah menjadi bagian dari kehidupan setiap orang di dunia. Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini internet memang sangat memudahkan kehidupan manusia. Hanya dengan membuka laman pencarian dalam aplikasi di gawai pintar, setiap orang bisa menemukan informasi, hiburan, bahkan bahan belajar bagi pelajar maupun mahasiswa. Tidak hanya itu, internet pun membuat jarak tidak lagi menjadi kendala untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang tinggal jauh dari tempat tinggal kita. Akan tetapi, dibalik semua kemudahan yang diberikan internet ternyata terdapat pula dampak buruk yang terjadi akibat adanya teknologi internet tersebut. Salah satu yang menjadi permasalahannya ialah terkait perlindungan hak cipta para creator yang membuat konten digital di platform digital seperti sosial media ataupun website. Hal tersebut disebabkan mudahnya akses untuk segala informasi dan materi melalui situs-situs yang ada di internet, yang mana setiap orang bisa mendapatkannya dengan mudah tanpa harus melalui tahapan perizinan dari sang creator. Permasalahan tersebut menjadi semakin marak terjadi sebab hukum positif di Indonesia nyatanya masih belum cukup untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk itu perlu adanya pengkajian ulang ataupun pengubahan terkait peraturan hukum yang ada di Indonesia untuk dapat mengatasi perihal pelanggaran hak cipta atas suatu konten atau karya digital di Indonesia.
Aktivitas pengguna internet di Indonesia terbilang sangat tinggi saat ini, berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat 196,7 juta pengguna internet di Indonesia.[1] Hal tersebut tidak mengherankan mengingat semenjak terjadi pandemi di Indonesia sejak Maret lalu semua kegiatan dilaksanakan melalui daring mulai dari rapat kerja hingga kegiatan belajar mengajar. Tingginya penggunaan internet masyarakat semakin membuka peluang terjadinya pelanggaran hak cipta atas karya digital di Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa aktivitas seperti membagi, mengunduh, atau bahkan mengunggah ulang konten yang terdapat di internet merupakan hal yang sering dijumpai di Indonesia. Kebanyakan orang masih menganggap hal tersebut merupakan hal biasa, sebab mereka menganggap semua yang terdapat di internet merupakan hak publik untuk menggunakan. Padahal dari setiap konten yang terdapat di internet merupakan karya yang dibuat oleh seorang creator yang mana terdapat hak cipta di dalamnya. Hak cipta tersebut merupakan Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki creator tersebut. Hak tersebut memberikan hak eksklusif bagi creator untuk mendapatkan kekuasaan pribadi atas ciptaan yang bersangkutan. Hak eksklusif ini hanya melekat pada diri creator yang mana tidak ada orang lain yang berhak melakukan hak tersebut kecuali creator itu sendiri. Dalam sistem hukum sipil perlindungan hak cipta memberikan hak eksklusif bagi creator untuk melakukan apa saja terhadap ciptaannya sepanjang tidak bertentangan dengan batasan yang ditentukan.[2] Hak cipta sendiri berdasarkan UU No.28 Tahun 2014 merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Maka dari itu dapat dipahami bahwa dari setiap karya yang dibuat dengan medium digital ataupun tidak sama-sama memberikan hak yang sama terhadap para creatornya tanpa terkecuali.
Mirisnya di Indonesia ketentuan mengenai perlindungan hak cipta terhadap karya digital belum cukup, yang mana masih banyak ditemui aktivitas yang sebenarnya merupakan pelanggaran atas hak cipta namun tidak diberi sanksi. Salah satu hal paling sering dijumpai terkait pelanggaran hak cipta terhadap konten digital adalah pengunggahan ulang suatu video pada sosial media, khususnya platform youtube. Mulai dari video cuplikan film, blog video atau yang umum dikenal vlog, video tutorial dan lainnya sering menjadi bahan pengunggahan ulang. Konten tersebut termasuk ke dalam bentuk karya sinematografi yang merupakan salah satu bentuk ciptaan yang dilindungi seperti yang disebutkan dalam pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang Hak Cipta. Selanjutnya yang dimaksud karya sinematografi adalah ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun.[3]Dengan begitu pada dasarnya aktivitas pengunggahan ulang video di platform media sosial tanpa seizin penciptanya sama saja bentuk pelanggaran. Hal tersebut pun termaktub dalam pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan” yang mana dalam kasus ini pengunggahan ulang sebuah video di platform sosial media atau sebagainya merupakan bentuk penggandaan, dan bila dilakukan tanpa seizin penciptanya dapat dikenakan sanksi. Pelanggaran terhadap tindakan penggandaan sebuah karya tanpa seizin penciptanya dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama empat (4) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) seperti yang disebutkan dalam pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta. Maka dari itu, sebenarnya aktivitas re-uploading atau pengunggahan ulang sebuah konten digital termasuk video di media sosial merupakan suatu pelanggaran pidana, namun hingga saat ini belum ada penegakan yang tegas terkait pelanggaran ini.