Adapun batas pelaporan delik ini adalah enam bulan terhitung sejak seseorang yang menjadi pelapor mengetahui pelecehan seksual ini terjadi apabila terjadi di dalam wilayah Indonesia atau diberikan jangka waktu 9 bulan apabila kejadian terjadi di luar negara Indonesia. Selanjutnya, apabila laporan itu telah diberikan maka ia dapat mencabut kembali isi laporan asalkan tidak lebih dari tiga bulan (Pasal 74 dan 75 KUHP).
Sementara itu, larangan pemerkosaan terhadap perempuan baik itu perempuan dewasa maupun anak-anak diatur dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi,“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun“. Dikarenakan pada pasal ini tidak disebutkan secara detail terkait usia korban, maka apabila terjadi kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, terhadap kasus tersebut dikenai sanksi yang termuat dalam ketentuan Pasal 287 ayat (2).
Kejanggalan di sini adalah pemerkosaan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada orang dewasa masuk ke dalam delik murni, sementara itu, pemerkosaan yang dilakukan kepada anak usia di bawah umur dikategorikan sebagai delik aduan.Sungguh amat disayangkan tujuan yang hendak dicapai dari para pembuat KUHP ini, apabila mereka berpendapat bahwa kerugian dan dampak yang ditimbulkan dari pemerkosaan terhadap perempuan non-anak-anak lebih besar dibandingkan dengan dampak yang timbul bagi anak-anak. Padahal, keduanya sama-sama menjadi korban dan butuh perlindungan dan jaminan dari kebebasan ancaman pelecehan seksual. Dampak ini bisa berupa ancaman psikologis, materi, hingga dorongan untuk mengakhiri hidup.